Definisi dan Fungsi Bendung

Bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi atau dengan pompa ke tempat tertentu yang membutuhkannya dan atau untuk mengendalikan dasar sungai, debit dan angkutan sedimen. Berdasarkan SNI 03-2401-1991 tentang Tata Cara Perencanaan Umum Bendung.

Terdapat tiga tipe bendung yang tersimpan di WRDC, yaitu Bendung Tetap, Bendung Gerak, dan Bendung Karet. Bendung tetap terdiri dari ambang tetap sehingga muka air banjir tidak dapat diatur, sedangkan bendung gerak memiliki pintu yang dapat dioperasikan untuk mengatur muka air udik.

Bendung karet merupakan hasil pengembangan bendung tetap menjadi bendung gerak dengan memanfaatkan tabung karet berisi udara untuk meninggikan muka air dengan menggembungkan tubuh bendung dan menurunkannya dengan mengempiskannya.

Sumber: SNI 03-2401-1991 & Pd T-09-2004-A

Saat ini terdapat 1.476 data bendung tersimpan di WRDC. Dari jumlah tersebut, 945 bendung berada di bawah kewenangan pusat, terdiri dari 860 bendung tetap, 50 bendung gerak, dan 35 bendung karet. Bendung berfungsi sebagai prasarana penyediaan air baku untuk rumah tangga, perkotaan, dan industri, serta sarana irigasi untuk mendukung ketahanan pangan dan pengelolaan lahan pertanian.

Definisi dan Fungsi Embung

Embung adalah bangunan kecil penampung air yang dibangun dengan menutup sebagian cekungan atau alur sungai kecil untuk menciptakan kolam tampungan. Embung berperan penting sebagai sumber air ketika musim kemarau tiba, karena air hujan yang tertampung saat musim penghujan disimpan dan kemudian dialirkan kembali untuk kebutuhan irigasi, air baku masyarakat, perikanan, dan pemeliharaan lahan pertanian. Di Indonesia terdapat 2.410 unit embung yang berfungsi sebagai bangunan konservasi untuk menampung aliran permukaan dan meningkatkan ketersediaan air selama musim kering.

Total tampungan muka air normal (MAN) embung yang dimiliki Kementerian PUPR mencapai 53.437.206 m³ dan mampu mendukung irigasi seluas 91.585 hektare serta suplai air baku sebesar 40.117 liter/detik.

Sumber: SE Menteri PUPR No.7/SE/M/2018 tentang Embung Kecil & Bangunan Penampung Air Lainnya

Definisi dan Fungsi Pengaman Pantai

Bangunan pengaman pantai adalah bangunan sipil yang dibangun untuk melindungi dan mengamankan pantai dari erosi/abrasi dan banjir pantai/rob, menjaga stabilitas muara untuk mendukung lalu lintas navigasi, serta revitalisasi kawasan pantai. Secara umum bangunan pengaman pantai terdiri atas berbagai tipe konstruksi, antara lain groin, jetty, pemecah gelombang, tanggul laut, tembok laut, dan revetment.

Saat ini terdapat 1.582 unit bangunan pengaman pantai yang tersebar di sepanjang garis pantai nasional dan dikelola oleh pemerintah pusat melalui Balai/BBWS. Dari jumlah tersebut, 1.579 unit telah selesai dibangun dan berfungsi, sementara 3 unit lainnya masih berada pada tahap pelaksanaan konstruksi. Bangunan‐bangunan tersebut menjadi infrastruktur strategis dalam upaya menjaga keselamatan masyarakat pesisir dan mendukung keberlanjutan wilayah pantai.

Saat ini terdapat 1.476 data bendung tersimpan di WRDC. Dari jumlah tersebut, 945 bendung berada di bawah kewenangan pusat, terdiri dari 860 bendung tetap, 50 bendung gerak, dan 35 bendung karet. Bendung berfungsi sebagai prasarana penyediaan air baku untuk rumah tangga, perkotaan, dan industri, serta sarana irigasi untuk mendukung ketahanan pangan dan pengelolaan lahan pertanian.

Definisi dan Fungsi Pengendali Sedimen

Pengendali sedimen adalah bangunan air di sungai yang berfungsi sebagai penahan sedimen, tipe gravitasi atau tipe lainnya, yang dapat mengendalikan kecepatan, debit dan arah aliran sedimen, menampung sedimen baik secara tetap maupun sementara, dan terdiri dari tubuh bendung termasuk fondasi, peluap yang dapat dilimpasi sedimen, sayap, dan bangunan pelengkap yang mercunya dilimpasi aliran air.

Aset Pengendali Sedimen yang dimiliki Kementerian PU Pusat berjumlah 1.381 unit yang tersebar di 30 Balai/BBWS.

Sumber: SNI 2851:2015 – Desain Bangunan Penahan Sedimen

Definisi dan Fungsi Tampungan Alami

Tampungan Alami adalah wadah air yang terbentuk secara alamiah, bukan hasil pembangunan konstruksi manusia, yang berfungsi menyimpan air dalam siklus hidrologi dan menjadi bagian dari sumber air permukaan. Pendeskripsian “Tampungan Alami” tercantum dalam Permen PU No. 27/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Sistem Informasi Sumber Daya Air sebagai bagian dari standar pengelolaan data prasarana SDA di lingkungan Kementerian PU.

Tampungan Alami pada WRDC terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu Danau dan Situ. Danau merupakan bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya secara alamiah jauh melebihi ruas lain dari sungai (Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015). Sedangkan Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan dan merupakan salah satu bentuk kawasan lindung.

Tampungan Alami memberikan manfaat besar terhadap konservasi air, pengendalian banjir, penyediaan air baku, menjaga ekosistem, serta mendukung ketahanan sumber daya air di berbagai wilayah.

Sumber: Permen PU No. 27/PRT/M/2015 | Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015

Daftar Danau Prioritas Nasional

Rawa Danau (Banten), Danau Sentarum (Kalimantan Barat), Danau Sentani (Papua), Danau Rawa Pening (Jawa Tengah), Danau Tondano (Sulawesi Utara), Danau Maninjau (Sumatera Barat), Danau Singkarak (Sumatera Barat), Danau Kerinci (Jambi), Danau Tempe (Sulawesi Selatan), Danau Matano (Sulawesi Selatan), Danau Limboto (Gorontalo), Danau Toba (Sumatera Utara), Danau Poso (Sulawesi Tengah), Danau Batur (Bali), Danau Mahakam Cascade: Danau Melintang, Danau Jempang, Danau Semayang (Kalimantan Timur).

Definisi dan Fungsi Daerah Irigasi

Irigasi adalah usaha pengaturan air untuk menunjang kegiatan pertanian melalui penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air secara terencana dan terkelola. Sistem irigasi tidak hanya berfungsi menyalurkan air ke lahan pertanian, tetapi juga mengatur jumlah, waktu, dan distribusinya agar sesuai kebutuhan tanaman. Layanan irigasi meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, serta irigasi tambak untuk menyesuaikan kondisi wilayah dan ketersediaan sumber air.

Jaringan Irigasi adalah rangkaian saluran dan bangunan penunjang yang bekerja sebagai satu kesatuan untuk mengalirkan air dari sumber ke lahan dan mengembalikan kelebihan air melalui drainase.

Daerah Irigasi (DI) adalah kesatuan wilayah layanan yang memperoleh air dari satu jaringan irigasi yang sama dan menjadi dasar pengaturan operasi serta pemeliharaan sistem.

Sumber: Peraturan Menteri PUPR No 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi

Jumlah Daerah Irigasi Kewenangan Pusat

Kontribusi Sumur Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT)

Sumur Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT) merupakan infrastruktur irigasi yang memanfaatkan potensi air tanah untuk memenuhi kebutuhan air pada lahan pertanian. Berdasarkan Permen PUPR Nomor 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, jaringan irigasi merupakan satu kesatuan bangunan, saluran, dan komponen pendukung untuk menyediakan, membagi, dan mengalirkan air irigasi, termasuk apabila sumber air berasal dari air tanah. Dengan dasar tersebut, Sumur JIAT menjadi bagian resmi dari sistem jaringan irigasi nasional dan pengelolaannya mengikuti ketentuan operasi dan pemeliharaan sesuai regulasi tersebut.

Hingga saat ini telah terbangun 5.836 unit Sumur JIAT yang tersebar di seluruh Indonesia. Infrastruktur ini berfungsi sebagai penyedia air alternatif di wilayah kekurangan air permukaan maupun daerah yang mengalami kekeringan musiman. Secara keseluruhan, Sumur JIAT mengairi lahan pertanian seluas ±104.266 hektare, sehingga berperan penting dalam menjaga keberlanjutan produksi pertanian dan mendukung ketahanan pangan nasional.

Sumber: Permen PUPR 12/PRT/M/2015 | SIATAB – 01 Desember 2025

Definisi dan Fungsi Air Baku

Air baku, sebagaimana dijelaskan dalam Permen PUPR Nomor 4 Tahun 2020, merupakan air yang berasal dari sumber air permukaan, air tanah, air hujan, dan/atau air laut yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dasar, termasuk penyediaan air minum.

Selanjutnya, Permen PUPR Nomor 3 Tahun 2023 menyatakan bahwa sumber air mencakup wadah alami maupun buatan yang memuat air permukaan, air tanah, dan air hujan, sehingga seluruh bentuk sarana pengambilan air baku menjadi bagian dari sistem penyediaan air baku nasional.

Pemenuhan layanan air baku saat ini didukung oleh beragam infrastruktur yang tersebar di seluruh Indonesia. Terdapat 3.666 Sumur Air Baku yang melayani 2.647.826 jiwa, 624 Mata Air melayani 2.779.656 jiwa, serta 757 Intake Air Baku yang secara total mendukung kebutuhan 22.550.338 jiwa. Selain itu, terdapat 1.043 unit PAH/ABSAH sebagai sarana pemanenan dan penyimpanan air hujan untuk mendukung kebutuhan dasar masyarakat.

Seluruh infrastruktur tersebut membentuk sistem penyediaan air baku nasional yang kuat untuk meningkatkan akses air bersih, memperkuat ketahanan air, serta mendukung pelayanan dasar masyarakat secara berkelanjutan.

Sumber: SIATAB – 01 Desember 2025

Jumlah Aset Air Baku